Revolusi Mental Menuju Bali Bebas Sampah

Akhir -akhir ini kita sering mendengar slogan “revolusi mental” sebagai wacana perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.Secara sederhana kalau kita berbicara mengenai mental kita tidak lepas dari sesuatu yg berhubungan dengan batin, watak atau karakter seseorang.Sesuatu yang tidak bersifat jasmani.Berarti kalau kita berbicara tentang revolusi mental kita membicarakan tentang perubahan karakter manusia.Kalau dilihat dari asal kata dari bahasa Yunani,  mental mempunyai arti jiwa atau kejiwaan.
Para ahli kejiwaan percaya bahwa terbentuknya karakter seseorang ditentukan oleh kebiasaan yang dilakukan setiap hari  yang merupakan sebuah atau beberapa perilaku atau perbuatan yg dilakukan secara berulang, terus menerus. Perbuatan berasal dari pikiran yang diwujudkan dalam tindakan. Berarti  untuk berbicara tentang revolusi mental kita harus melihat aspek pikiran, yang merupakan akar tindakan. Berarti juga berbicara tentang kebiasaan, yang merupakan pengulangan tindakan dan  yang membentuk karakter manusia.
Perilaku manusia adalah kebiasaan, bahkan sebagian besar merupakan kumpulan kebiasaan yang dilakukan dalam keadaan tanpa kesadaran. Dengan kata lain segala hal dilakukan manusia secara otomatis atau hanya mengikuti kebiasaan  yang dilakukan secara berulang. Pola kebiasaan ini sudah terekam dalam otak. Saat kita pertama kali belajar sesuatu yang baru akan terjadi pembentukan snap baru atau penghubung arus informasi dalam bentuk sinyal listrik atau bio kimia dari satu sel saraf atau neuron dengan neuron yang lain. Begitu hal baru ini dilakukan pengulangan, terjadi sebuah penebalan jalur atau otot penghubung ini yang dikenal dengan myelin. Dan semakin diulang myelin ini menjadi semakin tebal yang dikenal dengan neural pathway yang memungkinkan tindakan tersebut dapat  dilakukan dengan reflek dan otomatis. Hal ini terjadi karena perintah berupa bioelektrik melalui myelin yang menebal dapat lewat lebih cepat, seperti kita berkendara di jalur cepat bebas hambatan Kita Mengikuti “printed mind path way” atau cetak biru yang kita buat sendiri sebelumnya.

Apa hubungan Cetak Biru kebiasaan dengan penanganan sampah?
Dalam perilaku menangani sampah, berbagai kebiasaan kita temui, ada yang baik dan buruk. Salah satu yang buruk adalah membuang sampah sembarangan. Sebagian besar manusia sudah tahu bahwa tindakan tersebut seharusnya tidak dilakukan. Namun kebiasaan membuang sampah sembarangan yang membelenggu lebih menguasai kesadaran pelaku. Sebagai contoh gerakan seseorang membuang puntung rokok dilakukan dengan sangat cepat atau reflek karena kerja otak hanya mengikuti pola yang sudah ada.
Nah, seseorang dikatakan hidup berkesadaran jika orang tersebut melakukan tindakan bebas dari belenggu kebiasaan sehingga mempunyai kesempatan untuk berpikir apakah yang dilakukan benar atau tidak sebelum melakukan sebuah tindakan. Orang itu tentunya menyesuaikan dengan referensi atau nilai-nilai atau cara pandang yang dia  miliki sebelumnya dan tak kalah pentingnya adalah sifat dasar sebagai manusia yang hakiki. Dalam mengambil tindakan,seseorang bisa memilih atau tidak memilih mengikuti nilai atau norma maupun pengetahuan yang dimiliki. Hal ini sangat tergantung dari beberapa faktor lain sebagai belenggu kesadaran.


Belenggu kesadaran
Dalam konteks pengelolaan sampah, misalnya usaha menggalakkan gerakan 3R (reuse, reduce , recycle) dan sosialisasi cara pandang baru bahwa sampah adalah sumberdaya, ada beberapa jenis belenggu lain,  selain belenggu kebiasaan, yang menjadi kendala, seperti berikut ini.

Belenggu Kepentingan
Karena mengutamakan kepentingan pribadi, seseorang dapat mengabaikan  referensi yang dia miliki. Sebagai contoh seseorang tahu bahwa membuang sampah di sungai adalah tindakan yang tidak benar, namun tetap melakukan hal tersebut karena terbelenggu kepentingan pribadi misalnya untuk menghemat pengeluaran dengan cara tidak berlangganan angkutan sampah. Padahal pengeluaran lain untuk memenuhi kesenangan pribadinya dia tetap bisa anggarkan.  Orang tersebut sebenarnya tahu tindakannya mencemari lingkungan terutama air dan merugikan orang lain yang memanfaatkan air sungai, seperti para petani,dan dapat menimbulkan berbagai penyakit atau banjir.

Belenggu cara pandang dan prasangka
Cara pandang bahwa sampah adalah sesuatu yang kotor, dalam bahasa Bali disebut leteh, sangat menentukan apakah seseorang mau atau enggan memanfaatkan atau mendaur ulang sampah.Misalnya seseorang yang berpandangan bahwa sampah adalah sesuatu yang kotor, kemungkinan besar tidak akan tertarik dalam proses pembuatan kompos, walaupun sudah sering mendengar tentang cara pembuatan dan manfaatnya. Ada pula orang yang berpandangan bahwa urusan pengelolaan sampah adalah urusan pemerintah sehingga mereka berpikir tidak perlu mengurusi sampah. Ada pula prasangka bahwa pemerintah sudah cukup uang dari pajak yang dipungut sehingga masyarakat tidak perlu berpartisipasi mengurus sampah.

Belenggu nilai-nilai dan kepercayaan
Seseorang yang dalam dirinya tertanam nilai-nilai bahwa sesuatu yang sudah dipakai tidak murni  atau suci lagi, akan menunjukkan sikap atau perilaku yang lebih extrim dalam hal pemanfaatan barang bekas atau sampah. Jangankan terlibat memilah atau pembuatan barang dari barang bekas yang merupakan  salah satu kegiatan dari 3R yakni Reuse atau pembuatan kompos yang merupakan salah satu bentuk kegiatan recycle, menggunakan barang yang terbuat dari barang bekas atau kompos yang dibuat oleh orang lain saja tidak akan dilakukannya. Di Bali khususnya terdapat tradisi mendaur ulang  segala sarana upakara dengan membakar, menghanyutkan ke laut atau sungai yang sering disebut ngayut atau ngerarung dan menanam yang sering disebut dengan istilah mendem. Namun cara ini dahulu dilakukan pada saat bahan non organik seperti plastik tidak dikenal dan digunakan, sehingga pada saat itu semuanya memang cara tersebut tidak berdampak buruk, malah sebaliknya. Mengingat semua bahan organik yang ditanam akan kembali terurai menjadi unsur yang diperlukan tanaman begitu pula disungai bahan organik juga akan cepat terurai oleh bermacam biota air dan menjadi sumber makanan. Abu yang dihasilkan dari  pembakaran berbagai sarana upakara mengandung potasium yang juga diperlukan tanaman, itu kenapa mereka diajarkan menaburkan abu ke lahan pertanian mereka sedangkan gas CO2 yang dihasilkan dari pembakaran sebelum adanya revolusi industri dengan pabrik dan alat transportasinya tidak menjadi masalah karena jumlah hutan yang masih lestari yang siap menyerap untuk diproses menjadi oksigen yang diperlukan makhluk hidup lainnya. Namun terbelenggu tradisi mendaur ulang seperti dulu tentu sudah tidak tepat lagi untuk situasi sekarang dimana banyak bahan non organik juga ikut dipakai dalam sarana upakara , kecuali bahan bahan non organik seperti plastik tidak ikut dibakar, dihanyutkan atau atau ditanam.  

Belenggu Pengalaman
Pengalaman buruk yang berhubungan dengan sampah yang pernah dialami seseorang, seperti pernah melihat ulat, tikus atau bau busuk di tempat pembuangan sampah bisa menjadi salah satu belenggu yang menghalangi seseorang ikut terlibat atau berpartisipasi dalam usaha penanganan sampah yang baik dan efisien.

Belenggu Pengkondisian (conditioning)
Seorang anak yang tumbuh di masyarakat atau keluarga yang terbiasa membuang sampah sembarangan seperti di pekarangan rumah, walaupun kemudian akan dibersihkan atau disapu, secara tidak sadar akan terkondisikan dan memiliki kebiasaan yang sama, membuang sampah sembarangan dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tidak perlu dipermasalahkan.  
Cara umum yang dilakukan untuk mensosialisasikan dan menggalakkan gerakan 3R dan penyelamatan lingkungan adalah memberikan informasi kepada masyarakat lewat berbagai media. Ini bisa melalui tatap muka langsung,  lewat media cetak seperti majalah, spanduk, pamflet, brosur maupun elektronik seperti radio dan televisi dan juga berbagai media sosial. Pemerintah juga mengadakan berbagai program lomba dan apresiasi seperti perhargaan Adiwiyata untuk tingkat sekolah, Adipura untuk tingkat kota, Kalpataru untuk perorangan atau kelompok. Di tingkat desa  kita mengenal lomba desa sadar lingkungan yang disingkat DSL. Semua bertujuan mendorong usaha usaha menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan lestari.
Namun usaha- usaha yang dilakukan selama ini sepertinya belum membuahkan hasil yang maksimal. Masih banyaknya perilaku- perilaku menyimpang dalam pengelolaan sampah dan lingkungan mulai dari membuang sampah dan limbah sembarangan atau ke sungai ,  membakar sampah, mengubur sampah non organik terutama plastik, membuang sampah di tempat illegal seperti jurang atau tanah kosong.
Tindakan ini jelas mencemari tanah dan air karena dioksin yang keluar dari sampah non organik terutama plastik  atau dari sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Masih ada lagi berbagai gas berbahaya yang dihasilkan dari sampah yang menggunung yang menambah parah proses pemanasan global.
Masih banyak TPA yang belum dilengkapi fasilitas dan infrastruktur memadai untuk  memastikan sampah bisa diproses agar dapat dikembalikan ke lingkungan dengan aman. Di TPA sampah dibuang dengan sistem open dumping atau sistem terbuka saja.
Gerakan pemilahan sampah dan 3R juga baru dilakukan secara konsisten hanya di beberapa tempat yg jumlahnya sangat sedikit,  kalau tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali. Berbagai lomba kebersihan dan lingkungan hidup yang diselenggarakan dampaknya masih bersifat temporer dimana kegiatan hanya aktif dilakukan sebelum lomba dan tidak berlanjut setelahnya.

Apa yang salah ?
Terlepas dari berapa serius  proses pelaksanaan semua usaha-usaha yang dilakukan, ada hal yang perlu mendapat perhatian yakni kenyataan bahwa manusia sulit melakukan perubahan karena berbagai macam belenggu kesadaran seperti belenggu kebiasaan, kepentingan, pengalaman, cara pandang , conditioning,norma dan nilai.
Belenggu- belenggu kesadaran  akan dapat menyebabkan seseorang yang telah mendengar suatu informasi belum tentu akan tahu tentang informasi tersebut karena pada saat mendengarkan, informasinya tidak dapat diterima sebagaimana mestinya  akibat bias yang disebabkan belenggu pola pikir orang tersebut atau keyakinan yang dimiliki. Orang yang tahu akan informasi tertentu belum pasti akan mengerti sesuai dengan yang diharapkan akibat pengertiannya disesuaikan atau dibelenggu dengan kepentingan yg dimilikinya. Kalaupun misalnya seseorang sudah mengerti informasi pentingnya melakukan gerakan 3R, belum tentu dia akan bisa melakukanya. Bahkan orang yang sudah bisa melakukannya belum tentu akan  bisa melakukannya dengan benar karena terbelenggu oleh kebiasaannya.
Pertanyaan berikutnya bagaimana cara melepaskan belenggu yang menjadi kendala seseorang untuk belajar dan kemudian dapat melakukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud dapat berupa informasi, pengetahuan, keahlian,  kebiasaan, atau cara pandang baru yang dapat membuat seseorang, berubah, lebih berdaya dan maju ke arah kehidupan yg lebih baik.
Bagaimana membuat masyarakat bisa menerima cara pandang baru bahwa sampah adalah sumber daya, sehingga mereka ikut aktif berpartisipasi dalam usaha-usaha baik itu pengurangan sampah, menggunakan kembali atau mendaur ulang sampah. Inilah tantangan kita bersama.
Untuk situasi dimana kesadaran untuk menjaga kebersihan dan alam belum tumbuh atau kebiasaan baru dalam mengelola sampah belum terbentuk, berbagai  provinsi atau negara menerapkan sanksi hukuman yang cukup berat yang memaksa penduduknya patuh dengan aturan tentang pengelolaan sampah yang telah dibuat. Sebagai contoh tahun 2016 Singapura bahkan telah berencana meningkatkan denda bagi pembuang sampah sembarangan $ 300 singapura atau sekitar 3 juta rupiah menjadi $ 500 atau sekitar 5 juta rupiah dan bagi pembuang sampah berulang mereka mengenakan denda sekitar 50 juta rupiah. Sebagai hasil Singapura menjadi salah satu kota yang bersih dan hijau. Bahkan orang asing yang datang ke Singapura pun berusaha tetap ingat untuk tidak menyampah agar terhindar dari denda yang tinggi.

Apakah hal sama bisa diterapkan di Indonesia?
Keberhasilan penegakan hukum di Singapura atau di negara lain sangat tergantung dari ketegasan hukum. Tanpa penegakkan hukum  bagi pelanggar aturan atau undang -undang yang yang telah dibuat, undang-undang tersebut akan hanya menjadi produk hukum yg dilupakan, seperti singa ompong yang tak berdaya.
Lebih ironis lagi biaya besar dan energi yang telah dikeluarkan negara untuk melaksanakan pesta demokrasi dengan tujuan memilih wakil-wakil rakyat yang mengesahkan produk undang- undang menjadi sia-sia.
Orang Indonesia yang biasa menyampah di negerinya sendiri pada saat pergi ke Singapura bisa berubah sangat tertib dan mengikuti aturan.Tetapi begitu balik ke Indonesia, kebiasaan menyampah kembali muncul seperti sebelumnya.
Kasus sebaliknya yang terjadi adalah sering kita temui kelakuan para turis yang berkendara ugal-ugalan di jalan, padahal di negaranya, mereka sangat tertib karena penerapan aturan lalu lintas yang sangat ketat. Dalam hal mendapat surat ijin mengemudi misalnya, test yang harus dilalui sangat serius. Beberapa orang kadang melakukan beberapa kali tes sebelum dinyatakan lulus. Hal ini yang menyebabkan mereka harus berpikir berulang kali untuk melanggar aturan karena sanksinya bisa pencabutan surat izin mengemudi selain denda yang akan harus mereka bayar.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa hukum tidak hanya cukup dibuat tapi harus benar benar ditegakkan untuk memelihara lingkungan alam atau menjaga kepentingan orang banyak. Dan yang terpenting pelaksanaan penegakan hukum tersebut harus konsisten mengingat sifat kepatuhan dari warga negara atau masyarakat yang dipaksakan dengan kekuasaan atau hukum sangat labil. Begitu ketegasan penegakkan hukum kendor, kepatuhan masyarakat yang belum sadar akan menurun dan sangat mudah diikuti yang lain karena manusia mempunyai kecenderungan dipengaruhi dan mencontoh yang ada dalam lingkungannya.     
Banyak undang-undang lingkungan, baik ditingkat nasional maupun daerah, namun sampai sekarang efeknya belum maksimal.Sebagai contoh UU no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.Pemda Bali juga sudah mengeluarkan Perda nomor  5 tahun 2011 dimana diatur apa yang seharusnya warga negara lakukan dalam hal pengurangan sampah yang meliputi usaha pembatasan timbulan sampah , menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah dan pengelolaan sampah yang aman bagi manusia dan lingkungannya. Bahkan secara jelas disebutkan dalam undang undang, keharusan pemerintah daerah melakukan penutupan tempat -tempat pembuangan sampah dengan sistem open dumping dan kewajiban untuk memonitor setelah waktu penutupan selama 20 tahun. Semua yang telah dituangkan dalam UU semuanya ditujukan agar kita mempunyai acuan yang jelas dalam mengelola sampah , kemudian dipatuhi agar kita bisa hidup bersama dengan aman, sehat dan berkesinambungan.     

Apa kemudian permasalahannya. Kenapa undang-undang dan perda tersebut belum bisa diterapkan secara maksimal ?
Kebiasaan sebagian besar masyarakat Bali dan Indonesia umumnya dan bisa dikatakan sebagai karakteristik masyarakat kita adalah lebih sering bertindak reaktif atau menunggu resiko sampai terjadi sesuatu yang buruk dalam menangani sebuah  permasalahan daripada bertindak proaktif mencegah resiko. Karakter ini bisa menjadi salah satu faktor penyebab tidak jalannya penerapan undang- undang dan perda tentang pengelolaan sampah sampai saat ini. Kebiasaan masyarakat berorientasi ke masa lalu dan cenderung berpikir jangka pendek adalah faktor penyebab yang lain.Ketika pengelolaan  sampah yang mengotori air, tanah dan udara seperti membakar atau membuang sampah ke sungai belum dianggap masalah besar atau belum berdampak terlalu buruk yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, maka kecenderungannya masyarakat atau pejabat pemerintah bahkan aparat penegak hukum, yang juga dalam kehidupan sehari-harinya bagian dari masyarakat, tidak akan memberikan proritas atau menganggap penting penerapan isi undang-undang lingkungan tersebut segera.
Kebiasaan masyarakat bertindak berbasis rasa dibandingkan logika menyebabkan jarang anggota masyarakat kita mengajukan keluhan atau protes terhadap hal-hal yang kurang berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh anggota masyarakat kita masih sangat toleran kepada tetangganya yang membakar sampah dan menghasilkan bau yang menyengat yang sebenarnya sangat merugikan dari segi kesehatan ataupun material.Walaupun mengganggu, yang terjadi mereka yang merasa dirugikan biasanya hanya berdiam diri karena tidak ingin membesarkan masalah atau berkonflik. Walaupun sudah diatur sanksi  yang bisa dikenakan kepada pelaku.
Setiap hal di bumi ini mempunyai sifat rwa bhineda atau sifat  yang berbeda yang berlawanan seperti dua sisi berbeda pada sebuah keping mata uang. Baik dan buruk , gelap dan terang, besar dan  kecil, lahir dan mati, benar dan salah, purusa dan predana adalah beberapa contoh dari rwa bhineda di bumi ini. Seperti halnya karakter masyarakat kita, mengedepankan rasa, tidak hanya mempunyai sisi negatif tapi juga sisi positif. Dalam konteks pengelolaan sampah, mengedepankan rasa bisa bermanfaat positif apabila gerakan pengelolaan sampah yang baik dimengerti oleh semua lapisan masyarakat sehingga dapat menjadi sebuah kepentingan bersama untuk mewujudkannya. Perasaan tidak enak karena tidak ikut berpartisipasi melakukan gerakan yang sama dimana kebanyakan anggota masyarakat yang lain sudah berpartisipasi, bisa menjadi faktor penyebab yang memaksa anggota masyarakat untuk berubah.
Inilah dasar dari gotong royong yang menjadi tradisi  masyarakat Indonesia. Lebih mengedepankan rasa juga bisa menjadi faktor penyebab banyak permasalahan yang timbul dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat tidak berujung pada konflik kekerasan karena mengedepankan rasa daripada logika lebih mendorong masyarakat kita untuk bertoleransi. Hidup dengan berpikir dan fokus dengan apa yang dihadapi masa sekarang (live in the present) dengan semangat dan keyakinan bahwa sesuatu yang dikerjakan dengan niat baik dan usaha sebaik-baiknya saat ini pasti akan berakhir atau menghasilkan kebaikan. Kebiasaan hidup mengikhlaskan hasil usaha kepada Tuhan yang diyakini sebagai Maha Pencipta dan Maha Kuasa membantu masyarakat kita lebih  nrimo dalam menghadapi tekanan hidup dan lebih dapat menikmati hidup dibandingkan kelompok masyarakat di barat misalnya, yang terbiasa memikirkan masa depan dengan rencana dan cenderung hidup dalam kekhawatiran dan stres mengejar target yang ingin dicapai.
Menyadari kenyataan bahwa cara pandang dan kebiasaan yang sama dapat mempunyai dampak positif dan negatif, maka diperlukan kemampuan  memilah dan beradaptasi sehingga kita bisa bertindak dengan pendekatan atau cara pandang yang sesuai dengan kebutuhan.
Kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok orang atau masyarakat dan berlangsung dalam waktu yang lama, dari generasi ke generasi berikutnya akan menjadi atau dikenal sebagai tradisi dan menjadi warna  sebuah budaya suatu masyarakat. Kalau demikian adanya berarti dalam melakukan usaha penerapan undang-undang lingkungan kita harus memastikan sosialisasinya menyentuh aspek kelompok individu yang besar yang sejatinya sebagai penyangga sebuah budaya itu sendiri.
Yang paling mudah adalah mulai dari sekolah. Mengingat sekolah adalah tempat berkumpul orang dengan jumlah yang besar dan dengan mudah diberikan segala informasi yang dibutuhkan untuk memungkinkan perubahan cara pandang tentang sampah sampai terbentuknya budaya baru. Yang perlu dilakukan hanyalah memasukkan mata pelajaran tentang sampah ke kurikulum sekolah untuk memastikan keseragaman materi informasi di seluruh negeri.
Materi “Informasi” yang dimaksud meliputi jenis -jenis sampah, sumbernya, masalah yang sudah diakibatkan dan potensi masalah yang ditimbulkan sekaligus potensi sumber daya yang dimiliki. Tidak kalah penting berbagai teknik pengolahan dan pemanfaatan sampah juga sekaligus prakteknya. Di sekolah akan sangat mudah dipantau dan dievaluasi perubahan perilaku yang ingin dicapai seperti dari suka menyampah menjadi membatasi sampah, membenci sampah menjadi menyayangi sampah atau berpartisipasi memilah sampah, membuang atau membakar sampah di rumah menjadi memanfaatkan atau mendaur ulang. Sehingga siswa nantinya berusaha melakukan pengelolaan sampah dengan baik bukan karena paksaan, tapi lebih karena adanya pengetahuan. Lebih baik lagi kalau siswa dalam proses belajarnya diberikan berpartisipasi melalui diskusi. Hal ini akan memungkinkan munculnya partisipasi yang lebih aktif berupa sumbangan ide- ide kreatif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah.
Mengingat sekolah di Indonesia setiap tahun mencetak jutaan generasi baru, dengan memasukkan informasi  tentang pengolahan sampah dalam mata pelajaran lingkungan dalam kurikulum diharapkan terlahir generasi muda yang tahu global warming, ancaman kerusakan lingkungan, sumber penyebabnya, akibatnya dan apa yang bisa dilakukan sebagai individu maupun kelompok untuk menciptakan hidup yang berkesinambungan.
Untuk mempercepat hasil yang diinginkan yakni berhentinya  berbagai perilaku pengrusakan lingkungan termasuk pengelolaan sampah yang menyimpang, diperlukan sosialisasi “informasi” ke kelompok yang lebih luas termasuk pejabat pemerintah,sebagai penentu kebijakan di pusat dan daerah, aparat penegak hukum sebagai penindak pelanggar aturan dan masyarakat umum sebagai objek hukum.
Dengan memberikan segala informasi kenapa undang- undang tentang sampah dan undang -undang lingkungan yang lainnya ini dibuat dan perlu diterapkan, apa konsekuensinya yang akan ditanggung bersama kalau undang-undang ini tidak diterapkan kepada para pelanggar aturan, dan  tanggung jawab yang harus diemban masing masing pihak sehingga masing-masing mengetahui kewajibannya dengan jelas tidak hanya menuntut hak saja. Sebagai contoh para pejabat dan aparat penegak hukum yang digaji oleh uang rakyat menyadari benar bahwa mereka berkewajiban bekerja memastikan undang undang diterapkan karena kalau tidak sama artinya dengan bekerja dengan gaji buta yang tentunya tidak dibenarkan oleh etika profesionalisme dan ajaran agama manapun. Namun demikian sebelum sanksi tegas diberlakukan sudah barang tentu pelaksanaan pengelolaan sampah dan lingkungan yang baik harus dilaksanakan dulu di lingkungan perkantoran pemerintah  dan kehidupan rumah tangga pegawai pemerintah dan penegak hukum. Karena kalau tidak akan menjadi beban moral yang sangat sulit bagi pejabat maupun aparat memberikan saksi kepada masyarakat yang melanggar aturan yang disebutkan dalam undang-undang. Disamping kemungkinan adanya protes anggota masyarakat yang menganggap penerapan undang- undang nya tidak adil.
Sebagai contoh bagaimana masyarakat diminta untuk melakukan pemilahan seperti yang disebutkan dalam undang-undang sedangkan di kantor pemerintah saja hal itu tidak terjadi.  Masyarakat umum juga akan lebih mudah mengikuti aturan kalau mengerti akan informasi yg dibutuhkan untuk merubah cara pandang tentang sampah dan kalaupun melanggar kemungkinan akan lebih mudah menerima sanksi yang akan diberikan. Hal ini tentunya lebih memudahkan aparat dalam melakukan penegakan hukum, mengingat masyarakat indonesia yang kehidupan sosialnya sangat kuat .Ditambah terbiasa mempertimbangkan perasaan menyebabkan banyak penerapan hukum oleh aparat menjadi lebih sulit karena adanya perasaan kewuh pakewuh, apalagi aparat  sepulang bertugas adalah bagian dari anggota masyarakat itu sendiri.
Bagaimana kemudian memastikan bahwa semua kelompok warga negara ini mendapat sosialisasi atau penyuluhan yang memadai yang dapat dipertanggungjawabkan materi pengajarannya dan sekaligus efisien dari biaya dan waktu. Untuk pegawai pemerintah bisa dilakukan cara yang sama seperti dilakukan kepada siswa, dimana perubahan pengetahuan dan perilaku dapat dievaluasi dan hasilnya dapat dikaitkan dengan performa kerja dan kenaikan pangkat atau gaji. Sedangkan sosialisasi kepada warga umum bisa dikoordinasikan oleh setiap kepala desa untuk memastikan setiap warga desanya selain siswa dan pegawai pemerintah mengikuti program sosialisasi dan keberhasilan pelaksanaannya juga dapat menjadi acuan penilaian kinerja kepala desa yang bersangkutan. Untuk pengajar atau penyuluh bisa dimaksimalkan fungsi para pegawai di Kementerian dan Badan Lingkungan Hidup sebagai dinas yang paling terkait dengan isu ini. Tentunya diadakan  sertifikasi bagi pengajar sebagai usaha memastikan pembekalan baik materi dan teknik pengajaran yang standar untuk seluruh negeri.
Materi yang diberikan dalam sosialisasi harus menyentuh berbagai kepentingan, cara pandang, conditioning  yang memungkinkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Sebagai ilustrasi bagi orang yang melakukan pembakaran sampah karena berpikir atau memandang bahwa dengan membakar adalah cara terbaik untuk menangani sampah, maka perlu diberi informasi bahwa pembakaran sampah sekarang ini yang banyak terdiri dari bahan non organik dapat menghasilkan berbagai gas berbahaya seperti gas monoksida (CO) , nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2) dan terutama zat penyebab kanker bernama dioxin.
Selain menyebabkan polusi udara yang membahayakan kesehatan, gas- gas tersebut juga juga memperparah pemanasan global karena gas -gas tersebut berkumpul membentuk payung atau selimut di langit yang menutupi bumi sehingga panas matahari yang biasanya dipantulkan oleh bumi ke angkasa terperangkap oleh selimut ini dan menimbulkan efek panas seperti rumah kaca. Dengan kata lain suhu atmosfer di bawah selimut gas ini meningkat seperti keadaan di bawah rumah yang atapnya seluruhnya kaca.  Peningkatan suhu ini yang berakibat perubahan iklim yang menyulitkan para petani, karena musim kemarau yang panjang atau musim hujan yang terus menerus yang menimbulkan banjir atau hujan turun tidak seperti musim-musim sebelumnya. Perubahan ini juga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lainnya seperti nelayan, pedagang, pencari rejeki di pasar. Beberapa daerah menjadi tenggelam secara permanen karena meningkatnya permukaan air laut akibat kenaikan suhu yang mencairkan es di kutub. Informasi tambahan yang perlu ditambahkan juga adalah penjelasan bahwa membakar sampah organik yang berasal dari berbagai tanaman atau daun pepohonan sebenarnya memutus siklus alam dimana tumbuhan mengambil mineral dari tanah diolah lewat proses fotosintesis di daun menghasilkan bunga dan menjadi buah yang dikonsumsi hewan dan manusia atau jatuh ditanah  kembali diurai menjadi mineral yang diperlukan oleh tanaman. Membakar berarti memutus siklus alami ini, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara. Proses pembakaran juga mematikan berbagai makhluk yang terlibat proses penguraian di tanah.
Kepada masyarakat yang tidak peduli dengan pemilahan sampah karena kepentingan efisiensi tapi peduli tentang masalah kesehatan, maka materi sosialisasi bisa dimasukan  penjelasan mengenai efek makanan yang beracun karena ditumbuhkembangkan di tanah atau dengan air tercemar dioksin. Informasi bagaimana berbagai sumber makanan seperti ikan juga akan berbahaya dikonsumsi apabila laut kita tercemar oleh berbagai sampah non organik, terutama plastik yang akan berubah menjadi ukuran mikro bahkan nano plastik yg sangat besar kemudian dikonsumsi oleh mahluk hidup laut , mungkin akan bisa mengubah prioritas kepentingan mereka dan menjadikan usaha berpartisipasi pada penyelamatan lingkungan demi kesehatan yang lebih baik.
Untuk masyarakat  yang taat dengan ajaran agama, materi sosialisasi dapat dikaitkan dengan  informasi bahwa wujud bakti kepada Tuhan sebenarnya bisa dilakukan dengan menjaga alam.  Bagi masyarakat Hindu misalnya bisa dipetikkan salah satu sastra yang menyebutkan bahwa alam itu sendiri adalah Tuhan “ Sarwa kalu idem Brahman”. Sedangkan Bagi para anggota masyarakat pelaku usaha, dalam materi sosialisasi juga harus menekankan bagaimana pengaruh perubahan iklim global akan mempengaruhi usaha bisnis mereka, seperti terpuruknya sektor pertanian , berkurangnya daya beli yang kemudian akan berdampak semua sektor industri dan juga sektor lain  seperti perjalanan dan wisata.
Membayangkan pekerjaan yang melibatkan begitu banyak orang dan target yang dijadikan sosialisasi, proyek sosialisasi  ini sangat besar, namun kalau dibandingkan dengan pengaruhnya yang didapat apabila pengelolaan sampah dan lingkungan ini dapat berjalan dengan baik. Salah satunya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara akibat berbagai masalah kesehatan yang diakibatkan oleh sampah yang buruk akan jauh berkurang. Dengan masyarakat yang sehat, produktivitas bangsa akan jauh meningkat, manfaat proyek sosialisasi yang dilanjutkan dengan penegakkan hukum perundangan tentang lingkungan  akan jauh lebih besar.
Penerapan sanksi hukum berfungsi sebagai faktor yang memaksa anggota masyarakat untuk melakukan perubahan. Dengan melakukan pengulangan cara menangani sampah yang baik ini, akan terbentuk kebiasaan baru yang permanen. Hal ini sejalan dengan teori para ahli bahwa suatu yang sudah dilakukan berulang dan terekam di alam bawah sadar seseorang akan sulit untuk diubah atau dihilangkan tetapi bisa digantikan dengan rekaman baru yang merupakan hasil pengulangan berkali kali suatu kegiatan baru.

Adakah cara lain selain penerapan sanksi hukum yang tegas?
Kembali kepada pedoman nasehat kebijaksanaan orang Jawa yang sempat kita singgung sebelumnya bahwa orang yang mendengar belum tentu tahu, orang yang tahu belum tentu mengerti dan orang mengerti belum tentu bisa melakukan dan bahkan orang yang sudah bisa pun melakukan belum tentu bisa melakukan dengan benar. Walaupun sudah melakukan dengan benar, yang dilakukan belum tentu tepat pada tempatnya dan kalaupun tepat belum tentu adil, walaupun sudah adil belum tentu bijaksana, maka  walaupun sudah dilakukan sosialisasi secara luas kepada semua lapisan masyarakat, belum tentu pengelolaan lingkungan bisa dilakukan dengan bijaksana.
Cara yang ideal yang dapat memastikan masyarakat dapat melakukan pengelolaan sampah dan lingkungan dengan baik dan selalu dapat menyesuaikan dengan waktu dan keadaan adalah dengan menumbuhkan kesadaran yang muncul  dalam diri manusia. Apabila keinginan mengelola sampah yang baik dan aman datang dari kesadaran diri untuk menciptakan kehidupan yang baik bagi semua dan berkesinambungan, maka cara yang dilakukan akan selalu disesuaikan untuk memastikan tujuan tercapai. Cara yang baik di masa lalu, bisa jadi tidak cocok saat ini karena perubahan keadaan karakter sampah misalnya atau keadaan alam secara umum. Begitu pula cara pengelolaan sampah yang dianggap terbaik saat ini mungkin tidak sesuai lagi diterapkan dimasa yang akan datang.
Kesadaran dimiliki oleh manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan lainnya.Namun demikian tidak semua manusia hidup dengan kesadarannya.Manusia yang hidup bebas dari belenggu kesadaran dikatakan sebagai manusia sejati.  Sifat sejati manusia selain akan selalu mencari kebenaran dan kebahagian adalah suka keindahan. Dalam tradisi Hindu sifat ini dikenal dengan Satyam, Sivam dan Sundaram. Kalau manusia telah mencapai sifat sejati seperti Satyam misalnya orang tersebut pasti akan selalu berani dan terdorong dari dalam dirinya untuk melakukan hal hal yang yang menjunjung nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal.
Pada hakikatnya  semua manusia mempunyai sifat tersebut, manusia tidak menyukai tindakan yang mencermin kan ketidakadilan, kebohongan ataupun kebatilan. Bagi orang yang telah mencapai sifat Sivam akan terdorong dari dalam dirinya tanpa harus dipaksa atau hanya demi membuat citra baik untuk melakukan hal seperti rela berkorban, memberi, menghormati orang lain, toleransi, hidup rukun, berbagi dan berbagai tindakan yang mempunyai kualitas keilahian yang memberi mereka perasaan bahagia. Sedangkan bagi mereka yang telah mencapai sifat sundaram akan merasakan keindahan dalam dirinya yang membuat mereka melihat sesuatu diluar sama indahnya. Hal ini akan membuat mereka ingin menjaga alam diluar dirinya tetap indah dan lestari.
Untuk menciptakan keindahan mereka akan selalu terdorong dari dalam dirinya bukan karena aturan atau penghargaan untuk melakukan berbagai hal seperti menanam, memelihara, merawat , menjaga kebersihan, kerapian, keteraturan, keserasian dan keharmonisan. Tidak hanya yang menyangkut kepentingan dirinya sendiri tapi juga untuk kepentingan banyak orang.   
Kalau manusia memang mempunyai sifat sejati yang baik, kenapa banyak orang yang berperilaku sebaliknya? Bahkan sama sekali jauh dari kelakuan yang mencerminkan sifat keilahian seperti mencuri, korupsi, mengotori, merusak, memaksa, menyakiti, menjajah dan banyak lain yang daftar nya sangat panjang. Yang lebih ironis lagi, di jaman sekarang yang disebut zaman “kali yuga “, mereka yang melakukan kejahatan tidak saja orang biasa tapi bahkan orang- terpelajar sampai orang penting sebagai abdi negara.
Dalam tradisi Hindu dijelaskan manusia terdiri dari dua unsur yaitu unsur jiwa atau atman yang memberi hidup, juga sering disebut purusa, dan unsur badan atau materi yang memungkinkan manusia beraktivitas, disebut pradana. Dijelaskan bahwa atman adalah percikan kecil Tuhan dalam diri manusia yang mempunyai sifat satyam, siwam dan sundaram dan seharusnya menjadi penuntun dan pelita hidup manusia yang sering dikenal sebagai Guru swadyaya. Kalau pikiran seseorang dipengaruhi atau diinspirasi oleh sifat Sang Atman, maka orang tersebut akan memiki pemikiran atau ide -ide baik yang akan diwujudkan nya dalam kehidupan dan dimungkinkan dengan dimilikinya badan.
Badan manusia dibentuk oleh unsur unsur materi yang dikenal dengan panca maha bhuta atau lima unsur materi yang tidak mempunyai kesadaran yaitu pertiwi, apah teja, bayu dan akasa. Pikiran manusia tidak hanya dipengaruhi oleh sifat jiwa tetapi oleh sifat badan yaitu ego, emosi dan nafsu.Yang ideal adalah manusia bisa mengendalikan pikirannya dibawah kendali jiwa bukan dibawah kendali badan. Seseorang yang mampu mengendalikan sifat badannya akan menggunakan atau mengarahkan ego, emosi dan nafsunya untuk menggerakan dirinya melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Dengan kata lain badan adalah alat untuk menjalankan pikiran yang mendapat inspirasi sang jiwa.
Sebagai contoh seseorang bisa terinspirasi oleh jiwanya berbuat baik dengan melakukan gerakan penyelamatan lingkungan. hal ini bisa dilakukan dengan membangun  sebuah sekolah berbasis lingkungan misalnya. Dengan adanya ego yg dimiliki dan terkendali ke arah kebaikan, pembangunan sekolah tersebut dapat dibuat lebih baik dari sekolah lain yang  yang ada. Kemudian fasilitas sekolah ini diabdikan untuk kepentingan orang banyak. Dan dengan nafsu yang dimilikinya, niat baik ini bisa didorong diwujudkan dengan lebih cepat. Tanpa ego dan nafsunya bisa jadi sekolah yang diwujudkan hanya sekolah biasa- biasa saja dan penyelesaiannya tidak kunjung rampung.
Sedangkan manusia yang  pikirannya berada dibawah kendali sifat badan saja maka pikirannya bisa  mewujud dalam bentuk tindakan- tindakan seperti bermalas- malasan dan bahkan menghalalkan berbagai cara yang bertentangan dengan dharma. Karena selalu mencari kenyamanan badan, tindakan mereka cenderung serakah atau bahkan memaksakan kehendak kepada orang lain karena terdorong selalu untuk mendapat lebih sehingga tidak mau berbagi atau hidup bersama dan berdampingan dengan damai atau tindakan mau menang sendiri tanpa memikirkan kepentingan orang lain, termasuk membuang sampah tidak pada tempatnya.
Tindakan negatif   tersebut jika dilakukan berulang akan menjadi sebuah belenggu jiwa yang dalam ketidak sadarannya mengendalikan tindakan seseorang dalam kehidupan. Dalam keadaan ini orang dikatakan telah terjerumus dalam kegelapan. Keadaan jiwa seperti ini membuat seseorang hanya mampu melihat apa yang biasa dia lihat atau mendengar apa yang biasa dia dengar. Dalam keadaan seperti inilah seseorang yang terbiasa melihat dan hidup di lingkungan  dimana sampah berserakan akan menjadi orang tidak peduli terhadap berbagai gerakan kebersihan.Hal ini pula yang menyebabkan orang menjadi sangat kaku dan mementingkan dirinya sendiri.
Jadi sebenarnya filsafat dalam tradisi Hindu ini mengajarkan kita, manusia bukan menghilangkan  sifat badan seperti ego , nafsu dan emosi karena tanpanya manusia tidak bisa membangun dan maju. Tetapi manusia harus mengendalikan atau mengarahkannya dibawah kendali  jiwa bukan sebaliknya membiarkan sifat badan mengendalikan pikiran dan kemudian membelenggu jiwa.
Untuk memastikan jiwa menjadi tuntunan hidup, manusia hendaknya selalu berusaha membersihkan atau membebaskan jiwanya dari berbagai belenggu negatif yang diakibatkan oleh tindakan berulang atau kebiasaan yang dikendalikan sifat badan saja. Dengan pembersihan atau penyucian yang dilakukan secara terus menerus diharapkan sifat – sifat jiwa bangkit dan dapat terlepas dari belenggu rekaman yang sudah dibuat.Seberapa cepat hal ini terjadi tentu tergantung dari tebalnya rekaman yang sudah dibuat atau dengan kata lain berapa lama dan berapa sering sebuah kebiasaan telah dilakukan. Semakin lama dan permanen rekaman  yang telah menjadi cetak biru seseorang dalam berpikir, berucap atau bertindak, semakin lama dan semakin kuat keras usaha yang dibutuhkan untuk menghilangkannya.
Pada saat seseorang mengalami kebangkitan jiwa sebuah belenggu terlepaskan pada dirinya. Orang seperti ini telah terbukakan hatinya. Orang ini mengalami  pencerahan atau terpikir akan pengetahuan, ide atau inspirasi yang menyebabkan ia menyadari bahwa apa yang sebelumnya dilakukan secara berulang tanpa ia sadari adalah sesuatu yang salah atau perlu diubah. Pengetahuan atau ide yang terpikir tiba-tiba ini bisa saja sesuatu yang sudah pernah ia dengar, baca atau lihat sebelumnya namun belum pernah membuat dirinya berubah, Ide tersebut bisa juga sesuatu yang benar benar baru bagi dirinya.
Pada saat mengalami kebangkitan jiwa, seseorang menjadi berdaya  melakukan sesuatu yang sebelumnya belum bisa dilaksanakan walaupun keinginan atau niat besar sudah dimiliki. Sebelumnya, orang ini sudah menyadarinya namun belum mampu melawan berbagai  hambatan terutama dari dalam dirinya sendiri seperti kemalasan, keengganan, dan rasa malu dan lain lain.
Kebangkitan jiwa juga bisa berpengaruh dimana berbagai kebiasaan buruk yang sebelumnya sulit dihentikan akhirnya dengan mudah dilupakan.Orang yang sudah menyadari besarnya dan beratnya masalah lingkungan dan kehidupan dimasa datang kalau sampah di negara kita tidak dikelola dengan baik,dengan kebangkitan jiwanya   akan memungkinkan usaha untuk mengerjakan yang terasa berat tersebut sebelumnya menjadi jauh lebih ringan dan dapat dilakukan.
Menciptakan masyarakat yang terdiri dari orang -orang yang  mempunyai jiwa yang terbangun atau bangkit dan terbebaskan atau merdeka adalah cita cita bangsa indonesia. Dalam lagu Indonesia Raya dikumandangkan kata “bangunlah jiwanya bangunlan badannya untuk Indonesia raya”. Orang yang terbebas jiwanya digambarkan sebagai orang mampu bertindak sesuai dengan kebutuhan karena cara pikir mereka yang tidak terbelenggu kebiasaan, cara pandang , dogma dan pengkondisian atau pengalaman sebelumnya.
Orang yang jiwanya bebas karena sudah tercerahkan sering juga digambarkan sebagai orang tenang, damai , rajin,ikhlas, bisa bekerja sama, rukun, bertoleransi tinggi, dan cerdas spiritualnya . Orang yang cerdas spiritual berarti orang berani, mampu mengatasi kesulitan hidup dengan ide ide cemerlang yang tidak bertentangan dengan dharma, sekaligus bijaksana dan mempunyai visi kedepan.
Bagaimana cara mencapai cita -cita tersebut diatas?
Dalam hampir setiap agama yang ada di Indonesia telah diajarkan berbagai jalan dan petunjuk bagi manusia untuk kembali kepada sifat sejatinya. Untuk itu manusia diharapkan secara terus menerus melakukan pembersihan atau penyucian diri. Dalam tradisi Hindu, masyarakat Bali mengenal ritual puasa dan brata dimana kita diajarkan untuk mengendalikan indria  yang dikendalikan sifat badan sehingga diharapkan kita bisa mengendalikannya dibawah kendali jiwa.
Meditasi baik dengan cara berjapa atau memuja dengan lantunan mantra atau sekedar duduk hening adalah bentuk perjalanan ke dalam diri dengan harapan hidup ini dapat dijalani dengan lebih berkesadaran. Kehidupan yang tidak hanya mengikuti kebiasaan atau pola yang telah terbentuk dalam saraf otak kita. Ajaran agama juga memberi anjuran kepada kita semua untuk melakukan berbagai kebaikan, baik yang ditujukan untuk diri sendiri, orang lain dan juga alam semesta.
Semua perbuatan baik tersebut, yang awalnya harus dipaksakan,akan membangkitkan jiwa yang ada di dalam diri karena adanya persamaan dengan sifat kegiatan yang dilakukan di luar diri sebagai pahala dari karma atau perbuatan yang telah dilakukan. Dengan sifat ketekunan, rajin, keikhlasan, keberanian, kebijaksanaan, kejujuran dan tanggung jawab yang muncul dari dalam diri akan mampu mengantarkan hidup seseorang lebih baik dalam kehidupan bermasyarakat.
Yoga asana dan pranayama adalah bentuk-bentuk sadana lain atau kegiatan spiritual yang  menekankan pada gerak tubuh yang akan membantu kita hidup sehat karena aliran prana yang maksimal dihasilkan kedalam tubuh disamping efek pijatan pada berbagai organ dalam yang ditimbulkan oleh gerakan -gerakan yoga asana. Gerakan perentangan berbagai bagian tubuh dalam berbagai gerakan yoga asana dan panas yang dihasilkan akan membantu pembersihan sambungan saraf yang pada akhirnya akan membantu kita dalam mencapai keadaan yang mendukung terjadinya hubungan atau penyatuan suci yang disebut YOGA.
Pengalaman penyatuan sifat suci Tuhan di luar diri dan di dalam diri akan memberikan perasaan damai dan bahagia kepada pelaku pelatihan spiritual ini dan dalam keadaan hening atau memasuki alam semadi akan terjadi  perluasan kesadaran pada diri pelaku yang tentunya baru akan dicapai dengan latihan dalam waktu panjang dan juga tergantung dari karma seseorang. Semua keindahan yang dihasilkan baik dari seni tari, musik, patung, kidung  yang dibuat atau disajikan dalam berbagai upacara agama ditujukan untuk membangkitkan sifat sundaram atau keindahan dalam diri kita dan masih banyak lagi cara yang diberikan untuk tujuan yang sama.
Seberapa banyak masyarakat kita yang masih melakukan latihan spiritual di atas? Kalaupun masih ada apakah syarat yang diminta untuk melakukan kegiatan spiritual tersebut dapat dipenuhi. Karena tanpa melakukannya dengan keberanian, kesungguhan, keikhlasan dan kerelaan berkorban tentu hasil yang diperoleh tidak bisa seperti yang diharapkan.


Terwujudnya negara yang ideal dimana kekayaan bangsa kita yang melimpah ini bisa diolah oleh warga yang hidupnya dituntun jiwa-jiwa yang terbebaskan tentu menjadi dambaan setiap insan di bumi ini.Karena dengan kebijaksanaan yang terlahir dari jiwa yang bebas, alam ini bisa diolah untuk keberlangsungan kehidupan tanpa merusaknya.  Seperti halnya hidup dari sapi dengan memerah susunya tapi tanpa harus membunuh sapinya. Dengan demikian kita dapat mengharapkan kehidupan yang berkelanjutan di bumi ini.


Kesimpulan :
Untuk terjadinya revolusi mental dalam pengolahan sampah dapat dilakukan usaha- usaha berikut :

Usaha jangka pendek
1. Memberikan semua lapisan masyarakat segala informasi yang memungkinkan terjadinya perubahan cara pandang yang semula menganggap sampah suatu yang dibuang menjadi cara pandang yg melihat sampah adalah sumber daya yang harus diolah dengan baik karena kalau tidak dilakukan akan menimbulkan bencana lingkungan dan kesehatan. Informasi ini bisa diberikan melalui jalur formal seperti sekolah dan informal melalui penyuluhan-penyuluhan.
2.Penegakkan aturan yang sudah ada dengan tegas untuk memaksa masyarakat yang sudah mengerti setelah diberikan sosialisasi tentang aturan yang sudah dibuat, untuk membiasakan diri dengan kebiasaan baru dalam menangani sampah. Dengan harapan dalam waktu yang tidak terlalu lama terbentuk kebiasaan baru yang permanen seperti mengurangi, memilah dan memanfaatkan sampah.
Dalam kehidupan masyarakat kita, yang banyak mengedepankan rasa, karena perasaan tidak enak akan merusak hubungan, sering menyebabkan seseorang mengalami kesulitan bertindak tegas terhadap anggota masyarakat lain yang melakukan penanganan sampah dengan cara yang merugikan. Maka sepanjang memungkinkan, diperlukan cara-cara lain yang lebih mengedepankan contoh untuk ditiru dari pada penerapan hukum. Hal ini sejalan dengan filsafat dalam pendidikan kita yang mengajarkan “ Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Dalam masyarakat kita diperlukan pemimpin yang mampu  memberi tauladan, sekaligus membangun dan mendorong usaha-usaha penanganan sampah yang baik. Bagi orang yang mengedepankan rasa, merasa diterima, diayomi dan dibimbing oleh pemimpinnya akan menimbulkan sebuah dorongan untuk mengikuti apa yang dicontohkan oleh pemimpinnya tanpa paksaan. Bangsa kita pernah jaya di masa lalu dengan cara-cara kepemimpinan seperti ini atau lebih lengkapnya dikenal dengan kepemimpinan Asta Brata.
Selain pemimpin pemerintahan baik ditingkat nasional maupun daerah, pemimpin yang ditingkat paling kecil adalah kepala keluarga. Begitu para kepala keluarga tidak mengetahui dengan jelas tujuan hidup dan tanggung jawabnya berarti akan menjadi sulit untuk menjadi tauladan bagi anggota keluarganya. Dan hal ini akan menyebabkan usaha menciptakan masyarakat madani yang  dicita-citakan menjadi sangat sulit.

Usaha Jangka panjang
Mendorong berbagai kegiatan spiritual untuk dilaksanakan oleh berbagai lapisan masyarakat, dengan diawali dengan sosialisasi manfaat dan cara yang benar dalam melakukannya, sehingga bisa mendapatkan manfaat yang maksimal yakni terbentuknya masyarakat yang patuh bukan karena rasa takut terhadap hukum yang berlaku tetapi karena kesadaran untuk menjaga lingkungan dan alam agar tetap lestari.
Bali khususnya sangat mungkin mempunyai tingkat kebersihan seperti kota lain yang terkenal di dunia seperti Singapura mengingat Bali mempunyai luas yang tidak terlalu besar dan beberapa faktor pendukung seperti ;sebagian besar penduduk Bali yang tidak asing dengan berbagai filsafat kehidupan dan kearifan lokal seperti Tri Hita karana yang mengajarkan manusia, untuk mencapai kebahagiaan harus menjaga hubungan baik dengan alam selain dengan Tuhan dan orang lain, karma phala (hukum sebab akibat), Bakti ibu pertiwi, seguluk segilik selulung sebayan taka dan masih banyak lagi yang lain.
Yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana berbagai filsafat hidup dan kearifan lokal yang sangat bagus tersebut terevitalisasi sehingga tidak hanya sebagai slogan atau wacana tapi benar- benar diterapkan dengan cara-cara yang sesuai dengan jaman sekarang.



Salam sejahtera, dari I Kadek Ardana

Postingan Populer